Distraction, I can't handle my self
Pernah nggak sih, saat dosen menjelaskan materi, kamu malah asyik sendiri –melihat papan tulis tanpa fokus, corat-coret kertas –kemudian dosen tiba-tiba melontarkan pertanyaan kepadamu, pertanyaannya gampang sih, tapi karena otak kamu yang awalnya lagi santai tiba-tiba dipaksa memasuki mode darurat yaitu untuk berpikir, kamu jadi kebingungan sendiri dan cuma bisa melongo atau malah tengok kiri-kanan? Akuuu pernah wkwkwk. Untungnya melongonya nggak terlalu lama. Tapi memang butuh waktu untuk mencerna pertanyaan dosen. Nah, inilah yang dinamakan “penyempitan kognitif”. Apasih penyempitan kognitif itu?
“Penyempitan kognitif” (cognitive tunneling) adalah korslet mental yang kadang terjadi ketika otak kita dipaksa berganti secara mendadak dari otomasi santai ke perhatian panik. Contohnya seperti keadaan yang aku jelaskan di atas.
Tanpa bantuan teknologi, semua manusia mengandalkan otomasi kognitif, dikenal sebagai “heuristika”, yang memungkinkan kita melakukan beberapa hal sekaligus atau biasa kita sebut multitasking.
“Kita bisa anggap rentang perhatian otak kita seperti lampu sorot yang bisa menjadi lebar dan kabur, atau sempit dan terfokus,” kata David Strayer, seorang ahli psikologi kognitif di University of Utah. Rentang perhatian kita dipandu oleh niat kita. Dalam sebagian besar situasi, kita memilih apakah harus memfokuskan lampu sorot itu atau membiarkannya santai. Namun ketika kita menggunakan bantuan mode otomatis –otopilot atau pada komputer, otak kita meredupkan lampu sorot itu dan membiarkannya berayun-ayun ke sana ke mari. Itu sebenarnya bagian upaya otak kita menghemat energi. Kemampuan tersebut dapat membantu kita mengendalikan tingkat stres dan memudahkan kita untuk berpikir, kemampuan itu berarti kita tidak perlu terus-menerus memantau lingkungan kita, juga membantu kita siap untuk tugas-tugas kognitif besar. Namun, jika pada mode santai tersebut tiba-tiba mode darurat terjadi dan mendadak lampu sorot dalam kepala kamu harus membesar padahal awalnya dia hanya berayun-ayun dan tidak tahu kemana harus menyorot, maka naluri otak adalah memaksanya untuk menyorot seterang mungkin ke arah rangsangan yang paling jelas, apapun itu yang ada di depan kamu, bahkan bila rangsangan itu bukanlah pilihan terbaik. Pada kasus yang aku tulis di atas, biasanya kita akan terlalu fokus pada detak jantung kita yang berdebar dan rasa gelisah setelah tiba-tiba ditanya. Sehingga hasilnya, kita jadi sulit mencerna pertanyaan sang dosen. Akhirnya kita memasuki kondisi panik akibat terkejut dan bereaksi dengan tanggapan yang menjadi kebiasaan, bukannya berpikir hanya bereaksi, dan bila ternyata reaksi kita bukan tanggapan yang benar, maka terjadilah hal-hal buruk.
Pemikiran Reaktif
Kesalahan Langkah Mental
Pemikiran Reaktif


Pemikiran reaktif mengalihdayakan pemikiran dan kendali, yang dalam situasi lain menciptakan motivasi. Kerugian pemikiran reaktif adalah kebiasaan dan reaksi dapat menjadi sangat otomatis sehingga kemampuan kita menilai tersisihkan. Saat motivasi kita dialihdayakan, kita hanya dapat bereaksi.
Lalu mengapa ada sejumlah orang terlihat tetap tenang dan fokus dalam keadaan yang kacau sedangkan yang lain kewalahan?
Penelitian yang telah dilakukan oleh Beth Crandall di Unit Perawatan Intensif Bayi atau NICU membuat dia berkesimpulan bahwa kecenderungan membentuk gambaran dalam benak mengenai apa yang mereka pikir seharusnya dilihat menyebabkan orang menjadi lebih tenang dan fokus dalam keadaan yang kacau. Orang-orang yang tetap tenang dan fokus membayangkan hari-hari mereka secara jauh lebih spesifik daripada orang lain. Mereka seringkali memprediksi hal-hal yang terjadi pada mereka. Mereka terbiasa bercerita pada diri sendiri sepanjang waktu dan memperkirakan banyak hal. Mereka melamun mengenai masa depan dan kemudian, ketika kehidupan nyata berbenturan dengan imajinasi mereka, perhatian mereka tersentak dan mereka akan fokus pada hal itu. Itulah yang disebut “model mental”. Menciptakan model mental bisa diawali dengan memperkirakan percakapan-percakapan yang akan diobrolkan dengan jauh lebih spesifik dan membayangkan apa yang akan kita lakukan nantinya secara lebih terperinci akan menyebabkan kita lebih bagus dalam memilih kemana harus fokus dan hal mana yang harus diabaikan.
Penyempitan kognitif dan pemikiran reaktif terjadi ketika lampu sorot mental kita berubah dari redup menjadi nyala terang dalam sepersekian detik. Namun, bila kita terus bercerita pada diri sendiri dan menciptakan gambaran mental, lampu itu tidak pernah benar-benar meredup. Lampu itu selalu melompat-lompat dalam kepala kita, sehingga ketika lampu itu harus menyala terang di dunia nyata, kita tidak silau karena sinarnya.
Jika kamu ingin lebih peka terhadap rincian kecil dalam pekerjaanmu, latihlah kebiasaan untuk membayangkan hal sespesifik mungkin. Nantinya kamu akan segera sadar terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan gambaran yang ada di pikiranmu.
Komentar
Posting Komentar