More About TEAM

Setelah aku jelaskan dalam postinganku yang sebelumnya mengenai TIM, kali ini aku bakal bahas sisi lainnya nih. Artikel yang aku tulis ini sebagian besar bersumber dari buku Smarter Faster Better karya Charles Duhigg.

Masih ingat kan kalau aku menghubungkan keefektifan sebuah tim dengan kepribadian anggotanya? Nah, sebenarnya ada yang lebih dari sekedar kepribadian, loh. Ilmuwan telah menemukan bahwa tim berfungsi paling baik ketika terdiri atas kumpulan orang dengan tingkat ekstroversi dan introversi yang sama, sementara yang lain menemukan bahwa keseimbangan kepribadian adalah kuncinya. Namun, ketika sebuah kelompok People Analytics di perusahaan Google mengadakan penelitian pada para karyawannya yang kemudian mereka namakan dengan nama Project Aristotele mengenai bagaimana membangun tim yang sempurna, mereka menemukan bahwa faktor eksternal dan internal seperti tercapainya target penjualan dan seberapa produktif anggota-anggota tim tidak cukup menjadi variabel penentu tim dikatakan sempurna. Ada hal lain yang sangat memengaruhinya. Ternyata itu adalah "Norma Kelompok". 

Kita semua tentu mengetahui definisi dari norma, yaitu sebuah aturan yang mengikat orang-orang yang terlibat. Nah, norma kelompok di sini adalah seperangkat norma yang membuat anggota tim merelakan kepentingan pribadi dan mendorong kapatuhan kepada tim. Data menunjukkan bahwa sejumlah norma secara konsisten berkorelasi dengan keefektifan tim. Norma menentukan apakah kita merasa aman atau terancam, gugup atau bergairah, atau termotivasi atau ciut gara-gara rekan setim kita.

Norma kelompok yang tumbuh dalam tim, semuanya memiliki kesamaan, yaitu semuanya merupakan perilaku yang menciptakan rasa kebersamaan seraya mendorong orang untuk mengambil kesempatan. Di saat norma yang tumbuh dalam tim membuat anggotanya merasa terancam, maka norma tersebut akan memengaruhi kejujuran anggota tim setelah mereka berbuat kesalahan. Bahkan tim yang merasakan persatuan yang kuat, anggotanya masih merasa kesulitan untuk mengakui kesalahan. Yang menentukan bukanlah kohesi tim, melainkan budaya yang dimantapkan masing-masing tim. Bukan kekuatan tim yang menentukan seberapa banyak kesalahan yang dilaporkan, melainkan satu norma spesifik. Seorang pemimpin yang menghadirkan suasana keterbukaan dalam tim akan memudahkan pembahasan kesalahan. Atmosfer ini disebut "keamanan psikologis"

Keamanan psikologis adalah kepercayaan bersama, yang dipegang oleh semua anggota tim, bahwa kelompok tersebut merupakan tempat aman untuk mengambil resiko, rasa yakin bahwa tim tidak akan mempermalukan, menolak, ataupun menghukum seseorang karena angkat bicara. Keamanan psikologis menggambarkan iklim tim yang berciri adanya kepercayaan antarpribadi dan saling hormat, di mana orang-orang merasa nyaman menjadi diri sendiri. Tetapi, menjadi diri sendiri, bersikap terbuka dan angkat bicara dapat menyebabkan orang berselisih. Nah, agar keamanan psikologis muncul dalam tim, anggota tim tidak harus berteman. Mereka hanya perlu peka secara sosial dan menjadi pendengar yang baik. Mereka perlu mengantisipasi bagaimana orang-orang bereaksi dan berupaya menampung reaksi tersebut. Tim akan sukses ketika setiap orang merasa bisa berbicara dan ketika anggota-anggota tim menunjukkan kepekaan terhadap perasaan satu sama lain.

Seringkali mengakhiri perdebatan, mendengarkan orang yang paling ahli, dan mengambil keputusan dengan cepat terasa lebih efisien. Tetapi menciptakan keamanan psikologis lebih produktif untuk jangka panjang.

Komentar

Popular Posts

Aku jadi MABA di 2019 masuk Politeknik Negeri Bandung (POLBAN) jalur UMPN | I Found A New Way

Distraction, I can't handle my self

Review Film Hotaru No Haka - Novi Irfania