Membuat Keputusan - Bagaimana Cara Memperkirakan Masa Depan?
Apa kalian masih percaya dengan ramalan nasib? Perlu kita ketahui, ramalan nasib tidaklah nyata. Tidak ada yang bisa memprediksi hari esok dengan keyakinan mutlak. Yang ada hanyalah probabilitas. Kamu pasti pernah mempelajari tentang peluang di mata pelajaran matematika di bangku SMA, bukan? Probabilitas dapat membantu kita memperkirakan kemungkinan, namun tentu saja tidak bisa menjamin masa depan. Lalu, mengapa sih sebagian orang bisa membuat keputusan yang tepat dan jarang salah? Apakah mereka punya sihir ajaib?
Menurut buku Smarter Faster Better karya Charles Duhigg, pengambilan keputusan yang baik bergantung pada kemampuan dasar seseorang dalam membayangkan apa yang mungkin bisa terjadi berikutnya. Mengambil keputusan yang tepat terkadang mengandalkan prakiraan masa depan, namun prakiraan adalah ilmu yang tidak tepat, menakutkan karena kita terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ada banyak hal yang tidak kita ketahui. Rasanya menakutkan untuk memilih tanpa mengetahui segala kemungkinan. Namun, paradoks dalam belajar bagaimana menghadapi keputusan yang lebih baik adalah dengan membiasakan diri berada dalam keraguan. Di samping itu, selalu ada cara untuk belajar cara mengatasi ketidakpastian. Ada metode-metode untuk memperjelas masa depan yang kabur melalui kalkulasi, dengan presisi sampai tingkat tertentu, atas apa yang kita ketahui dan tidak ketahui.
Kantor Direktur Intelinjen Nasional federal membuat sebuah proyek “untuk secara dramatis meningkatkan presisi, dan ketepatan waktu peekiraan intelijen” dengan harapan wawasan yang dihasilkan akan membantu para analis CIA bekerja lebih baik. Sebagian besar universitas yang ikut serta hanya menggunakan pendekatan standar, mewawancarai para ahli pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya belum diketahui siapapun. Namun, University of Pennsylvania dan University of California-Berkeley bekerja sama memutuskan menggunakan uang yang diberikan pemerintah sebagai kesempatan untuk melatih orang biasa menjadi juru prakiraan yang lebih baik. Mereka menamai kelompok tersebut sebagai “Good Judgement Project” (GJP). Mereka mendaftarkan para orang biasa ini ke kelas-kelas prakiraan daring yang mengajari cara-cara berbeda memperkirakan masa depan. Mereka mendapati bahwa dengan mempelajari teknik-teknik penelitian dan statistika meningkatkan kemampuan dalam prakiraan. Sekurangnya harus ada tiga variabel yang harus dipertimbangkan dalam memperkirakan hal. Kita harus menghitung peluang dan membandingkan berbagai kemungkinan yang terjadi di masa depan. Karena definisi dari masa depan adalah banyaknya kemungkinan yang saling berkontradiksi sampai salah satunya menjadi nyata. Maka pemikiran probabilistik menjadi kunci tepat memperkirakan masa depan karena merupakan kemampuan yang menampung banyak hasil yang saling bertentangan dalam pikiran dan mengestimasi kemungkinan relatif masing-masing. Berpikir secara probabiliatik mengenai masa depan dapat memaksa kamu berpikir matang tentang segala hal yang mungkin belum jelas, namun lama-kelamaan menjadi sangat penting. Orang yang berpikir secara probabilitik tidak peduli pada kepastian, melainkan peduli untuk mengetahui yang mereka ketahui dan tidak ketahui.
Namun memikirkan probabilitas tidak serta merta membentuk naluri dalam membuat perkiraan. Sebuah penelitian terhadap para mahasiswa untuk mengetahui bagaimana cara mereka memprediksi hal. Hasilnya, setiap mahasiswa secara naluriah belajar memahami bahwa jenis prediksi berbeda membutuhkan jenis penalaran berbeda. Sejumlah peneliti menyebut kemampuan untuk meraba pada pola ini sebagai “Kognisi Bayesan” atau “Psikologi Bayesan”. Dinamai seperti ini karena pola ini mirip dengan cara komputer memprediksi menggunakan variasi aturan Bayes (Bayes’ rule), rumus matematika yang umumnya membutuhkan pengoperasian ribuan model secara bersamaan dan membandingkan jutaan hasil. Inti aturan Bayes adalah satu asas: meskipun kita hanya memiliki sedikit data, kita masih tetap bisa memperkirakan masa depan dengan membuat asumsi-asumsi dan kemudian menyesuaikannya dengan kita amati di dunia nyata. Kemudian asumsi ini akan berkembang sesuai dengan data yang mungkin akan kita dapat selanjutnya. Yang terpenting, pembuatan prediksi hanya berhasil bila kita mulai dengan asumsi-asumsi yang benar. Lalu, bagaimana caranya memperoleh asumsi-asumsi yang benar?
Pembuatan asumsi harus didasarkan pada pengalaman yang telah kita jumpai dalam kehidupan. Namun kenyataannya kita kebanyakan lebih memperhatikan keberhasilan dan melupakan kegagalan. Akibatnya, kita menjadi terlalu sering memprediksikan hal sukses karena hanya mengandalkan pengalaman dan asumsi yang bias ke arah keberhasilan yang pernah kita temukan. Padahal, kebanyakan orang sukses lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk mencari informasi tentang kegagalan dan menganalisis penyebab dan kesalahannya. Mereka memikirkan lagi kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat bahkan meskipun hanya sebuah kekeliruan kecil.
Jadi, bagaimana kita belajar membuat keputusan yang lebih tepat? Sebagian kecilnya adalah dengan melatih diri untuk terus berpikir secara probabilistik. Kita harus memaksa diri untuk membayangkan berbagai kemungkinan di masa depan untuk memegang sejumlah skenario yang saling berkontradiksi dalam benak kita dan kemudian menganalisis keberhasilan dan kegagalan agar bisa mengembangkan intuisi mengenai hal yang lebih atau kurang mungkin terjadi. Beberapa cara mengembangkan intuisi adalan dengan mempelajari statistika, bermain poker, memikirkan potensi gagal dan sukses dalam hidup, dan membantu seseorang mengatasi kecemasan dengan menghitung probabilitas atas apa yang mungkin dapat terjadi.
Orang-orang yang membuat pilihan terbaik adalah orang-orang yang berupaya paling keras membayangkan, menuliskan, dan merenungkan baik-baik berbagai masa depan, dan kemudian menanyai diri sendiri, yang mana yang paling mungkin terjadi dan mengapa. Siapapun dapat belajar membuat keputusan yang lebih baik. Tak ada orang yang selalu benar. Namun dengan latihan, kita bisa belajar bagaimana pengaruh probabilitas sehingga ramalan nasib kita pun menjadi nyata.
Komentar
Posting Komentar