Menyerap, Memahami, dan Melakukan Aksi Dengan Suatu Informasi
Dewasa ini, segala informasi yang ada dalam kehidupan kita semakin mudah untuk diakses. Bila dimanfaatkam dengan benar, informasi dapat menjadikan aktivitas kita menjadi lebih produktif, pola makan lebih sehat, belajar yang efektif, dan hidup yang lebih teratur. Namun, ternyata kemampuan menyerap dan memahami informasi tidak sejalan dengan penambahan informasi. Hal ini dibuktikan dengan sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2004 oleh sekelompok peneliti di Columbia University setelah mencari tahu alasan sejumlah karyawan yang mendaftar program dana pensiun 401(k) sementara yang lain tidak. Hasilnya, ketika para karyawan menerima informasi mengenai lebih dari 30 program pensiun, mereka menjadi kewalahan dengan jumlah informasi sehingga mereka keliru dalam membuat pilihan atau malah tidak memilih sama sekali. Bergabung dalam program dana pensiun 401(k) merupakan keputusan yang tepat. Namun ketika informasi terlalu banyak, orang-orang enggan untuk membaca brosur tersebut. Inilah yang disebut “buta informasi”, yaitu ketidakmampuan memanfaatkan data yang semakin melimpah.
Buta informasi dapat terjadi karena kemampuan pembelajaran kita berevolusi. Kita cenderung menelan bulat-bulat informasi-informasi yang melimpah tersebut. Padahal manusia sangat bagus dalam menyerap informasi bila kita bisa memecah-mecah data menjadi serangkaian kepingan yang semakin kecil. Proses ini dikenal sebagai “winnowing” atau “scaffolding”. Perancah (scaffold) mental bagaikan lemari bekas yang terisi map-map atau folder dan sub-sub folder yang membantu kita menyimpan dan mengakses informasi ketika dibutuhkan. Kemampuan mencerna informasi dalam jumlah besar dengan cara memecah-mecahnya menjadi kepingan-kepingan yang lebih kecil adalah cara otak mengubah informasi menjadi pengetahuan. Kemudian pengetahuan inilah yang akan disimpan dalam otak kita. Salah satu perbedaan antara pakar dengan orang awam adalah berapa banyak pegetahuan yang dibawa dalam otak. Contohnya, seorang oenofil (pecinta anggur) akan mengamati daftar anggur dan dengan segera mengandalkan sistem foldernya yang sangat banyak, berupa kumpulan kriteria yang belum dimiliki oelh orang awam. Oenofil telah mempelajari bagaimana mengorganisasikan informasi dalam cara-cara yang menjadikan informasi tidak begitu membuat mereka kewalahan. Maka sementara penekun baru membolak-balikkan halaman, pakar sudah mengeliminasi banyak pilihan anggur.
Salah satu cara mengatasi buta informasi adalah memaksa diri kita menghadapi data di depan kita, memanipulasi informasi dengan mengubahnya menjadi urutan-urutan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab atau pilihan untuk diambil, kemudian menguji hipotesis untuk membuktikan kebenaran dari tindakan yang kita ambil. Ini terkadang disebut “menciptakan keterbataan” karena mengandalkan penambahan usaha. Mungkin awalnya itu terlihat sedikit merepotkan, namun sangat efektif. Proses menciptakan keterbataan bisa sekadar memaksa diri kita membandingkan beberapa halaman di menu, atau sampai membuat lembar kerja untuk menghitung keuntungan dari 401(k). Namun, terlepas dari intensitas upayanya, aktivitas kognitif yang mendasarinya sama saja seperti kita mengambil setumpuk informasi dan menjadikannya menjadi lebih mudah untuk dicerna. Dengan menyusun dan menguji hipotesis, akan mempertajam kepekaan terhadap informasi yang datang. Kita akan lebih memperhatikan informasi sebab kita memang sedang mencari petunjuk untuk membuktikan atau menyanggah teori. Inilah cara pembelajaran terjadi. Informasi akan terserap tanpa disadari karena kita telah terbenam di dalamnya.
Sekolah-sekolah di negeri Cincinnati, South Avondule menerapkan sebuah sistem bernama Elementary Initiative untuk meningkatkan indeks prestasi para muridnya. Sistem ini memaksa para guru menyerap data secara pasif, yaitu para guru menjadikan informasi menjadi “terbata” atau terpecah-pecah, kemudian menuliskannya di ruang data. Dengan menuliskan angka-angka statistik dan menguji dugaan, guru-guru menemukan cara menggunakan semua informasi yang mereka terima. Secara paradoks, EI telah menjadikan data lebih sulit diserap namun lebih berguna. South Avondule membaik bukan karna para guru memperoleh lebih banyak informasi, melainkan mereka belajar bagaimana memahaminya. Namun, bagi murid SMA di Cincinnati, para guru mengeluh bahwa ruang data bukan solusi bagi mereka. Murid-murid yang lebih tua sudah terlalu mengeras , waktu yang tersisa bagi intervensi terlalu pendek. Untuk mengubah kehidupan anak-anak, menurut para guru, sekolah perlu membantu murid-murid agar bisa lebih baik membuat jenis-jenis keputusan. Maka distrik sekolah, selain menerapkan EI, distrik itu mulai menciptakan kelas-kelas teknik di Western Hills High dan sekolah-sekolah lain untuk bermitra dengan universitas-uiversitas dan National Science Foindation. Tujuannya adalah “pendekatan multidisiplin terhadap pendidikan yang mendorong murid memanfaatkan teknologi yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan masalah-masalah di dunia nyata”.
Proses desain teknik adalah serangkaian langkah yang diikuti para insinyur ketika mereka mencoba memecahkan suaru masalah dan merancang solusi untuk sesuatu. Proses tersebut merupakan pendekatan metodis terhadap pemecehan masalah. Ahli psikologi menyatakan bahwa belajar membuat keputusan dengan cara demikian itu penting, terutama bagi orang muda, sebab proses tersebut mempermudah mereka belajar dari pengalaman dan memandang masalah dalam berbagai bingkai yang berbeda . Sistem-sistem semacam proses desain teknik memaksa kita mencari informasi dan melakukan urun rembuk agar menemukan solusi potensial, mencari bermacam-macam wawasan, dan menguji berbagai gagasan yang dapat membantu kita memperoleh keterbataan dengan meletakkan masa lalu dalam bingkai acuan yang baru. Salah satu cara membantu orang memandang pengalamannya secara berbeda adalah dengan menyediakan sistem pengambilan keputusan formal yang membuat otak kita tidak hanya memperoleh pilihan sederhana yang dia sukai.

Orang-orang paling sukses dalam belajar, yang mampu menyerap wawasan yang tertanam dalam pengalaman dan memanfaatkan informasi yang datang adalah orang-orang yang tahu bagaimana menggunakan keterbataan agar menguntungkan mereka. Mereka mengubah apa yang dilemparkan kehidupan kepada mereka, bukan menerimanya begitu saja. Mereka tahu bahwa pelajaran-pelajaran terbaik adalah memaksa diri untuk melakukan sesuatu dan memanipulasi informasi. Merka mengambil data dan mengubahnha menjadi percobaan setiap kali mereka bisa.
Setiap pilihan yang kita buat dalam kehidupan adalah suatu percobaan. Setiap hari menawarkan kesempatan baru untuk menemukan bingkai pembuatan keputusan yang lebih baik. Kini kita hidup pada masa di mana data sangat melimpah, lebih murah untuk dianalisis, dan lebih mudah untuk diterjemahkan menjadi aksi dibandingkan masa-masa sebelumnya. Namun, informasi akan berguna bila kita tahu bagaimana memahaminya.
Komentar
Posting Komentar